Kekeringan Dampak El Nino dan Kebiasaan Buruk Petani

by -34 views

Jatinangorku.com – Kekeringan yang melanda areal pesawahan di Kabupaten Sumedang pada musim kemarau tahun ini, selain karena pengaruh El Nino (musim kering berkepanjangan), juga dampak kebiasaan buruk “dulik” (ngadu milik/ atau mengundi nasib).

Meski mereka tahu akan menghadapi musim kemarau, sebagian petani tak menghiraukannya sehingga mereka tetap menanam padi. Akibatnya, hektaran lahan sawah para petani di sejumlah kecamatan mengalami kekeringan. Kondisi itu diperburuk dengan El Nino hingga kekeringannya bertambah parah.

“Seharusnya awal Mei kemarin, para petani tidak menanam padi karena akan menghadapi musim kemarau. Karena kebiasaan buruk itu lah, sehingga kini relatif banyak lahan sawah yang kekeringan. Kami hanya sebatas bisa mengimbau. Sementara keputusan menanam padi dan tidaknya? ada di tangan para petani sendiri,” tutur Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang, Yosep Suhayat di kantor Peternakan dan Perikanan Kab. Sumedang, di Jalan Sebelas April, Sumedang, Senin (3/8/2015).

Menurut dia, kebiasaan dulik bukan baru kali ini, melainkan sudah berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka melakukannya, dengan harapan di musim kemarau masih ada hujan. Kenyataannya, justru sebaliknya bahkan lebih parah lagi dengan terjadinya El Nino. Kekeringannya lebih lama dan berkepanjangan.

Guna meminimalisasikan kebiasaan buruk itu, ke depan Dinas Pertanian akan melakukan musyawarah tani. Dalam musyawarah itu akan dibahas dan disepakati tentang jadwal tanam serempak.

“Upaya ini salah satunya untuk menekan kebiasaan dulik. Selain itu juga, mengintensifkan tanah-tanah terlantar menjadi tanah produktif yang bisa ditanami padi atau palawija. Misalnya, tanah kas desa, kebun hingga pekarangan rumah. Upaya ini untuk menambah pendapatan para buruh tani,” kata Yosep didampingi Kabid Sumber Daya Pertanian, Utuj Kurnia dan Kepala UPTD Dinas Pertanian Kec. Situraja, Tanu.

Selain kebiasaan dulik, kata dia, penyebab lainnya yakni pengaruh El Nino. Musim kemarau dengan iklim El Nino tahun ini, menambah parah kondisi kekeringan di beberapa wilayah kecamatan.

Yang biasanya tahun kemarin pada bulan yang sama masih ada persediaan air di sekitar lahan sawah, kemarau tahun ini mengalami penyusutan drastis. “Siklus empat tahunan ini, menambah parah kekeringan yang terjadi pada musim kemarau tahun ini,” ujarnya.

Yosep menyebutkan, areal pesawahan di beberapa kecamatan sudah dilaporkan mengalami kekeringan, bahkan ada yang mengalami puso (gagal panen) walaupun sedikit.

Berdasarkan data kekeringan sejak Juli lalu, kekeringan terparah terjadi di Kecamatan Ujungjaya seluas 195 hektare dan terancam 323 hektare. Selain itu, Kec. Situraja kekeringan 46 hektare dan terancam 170 hektare, Kec. Buahdua kekeringan 32 hektare dan terancam 250 hektare, Kecamatan Cisitu kekeringan 60 hektare dan terancam 241 hektare.

Sementara lahan sawah yang puso terjadi di Kec. Tomo seluas 20 hektare dan lahan sawah yang hanya terancam kekeringan terjadi di Kec. Sumedang Utara seluas 156 hektare.

Areal pesawahan yang mengalami kekeringan secara keseluruhan di Kab. Sumedang hingga kini mencapai 453 hektare dan terancam 1.924 hektare. Namun, jumlah kekeringan seluas itu dinilai masih relatif rendah dibandingkan luas tanam tahun ini sekitar 33.000 hektare

“Upaya antisipasinya, kami berupaya menyelamatkan tanaman padi yang terancam. Tak hanya survey ke lapangan, sekalian mencari ketersediaan air. Cuma kendalanya, di musim kemarau dengan iklim El Nino seperti ini, sangat sulit mencari persediaan air. Bahkan yang biasanya pada bulan ini masih ada persediaan air, kini menyusut drastis. Kalau masih ada persediaan air, kami masih bisa mengupayakannya. Jika tidak, ya sulit,” tuturnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, langkah yang dilakukan, salah satunya memberikan pompa air bantuan provinsi sekaligus mengefektifkan penggunaan pompa air yang ada.

Kelompok tani yang lahan sawahnya tidak mengalami kekeringan tahun ini, meminjamkan pompanya kepada kelompok lainnya yang mengalami kekeringan.

Upaya itu membuahkan hasil. Lahan sawah seluas 200 hektare di Ujungjaya yang terancam kekeringan, terselamatkan dengan menyedot air dari Sungai Cimanuk dan Cipelang.

“Sepanjang masih ada ketersediaan air, kami akan membantu para petani. Bantuan lainnya, yakni bantuan benih padi dan pupuk dari pemerintah pusat. Hanya sampai sekarang belum teralisasi,” ucap Yosep.

Di tempat yang sama, Kepala UPTD Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kecamatan Situraja, Tanu mengatakan, ada sejumlah petani yang memanfaatkan tanaman padi yang terkena kekeringan untuk pakan ternak sapi.

Dengan usaha seperti itu, para petani tidak rugi total dengan musibah kekeringan tersebut. Apalagi tanaman padinya tidak akan terselamatkan karena ketiadaan pasokan air.

”Lumayan. Dari penjualan tanaman padi yang sudah kering untuk pakan ternak, mereka masih bisa mendapatkan uang untuk membeli pupuk pada musim tanam selanjutnya. Jadi tidak rugi total,” ujarnya

Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/